Kamis, 01 Agustus 2013

Catat...! Menikah adalah sebuah kepastian.

            Aku masih memandangi pergerakan jarum jam yang sudah berada tepat pukul 19.30 WIB, sudah 30 menit lamanya aku menunggu seseorang. Sesekali aku mendongakkan kepalaku melihat sisi pintu cafe yang tampak lenggang. Tapi tak ku temui juga batang hidungnya. Ini bukanlah kali pertamanya ia telat menemuiku, jadi aku berusaha untuk sabar menunggunya. Secangkir cappuccino late telah kuhabiskan sejak 20 menit lalu, aku terpaku pada layar handphoneku yang memasang foto aku dan dia. Setahun, itu bukanlah waktu yang singkat untuk saling mengenal, mengerti, berbagi dan memahami. Aku tersenyum simpul menatap bingkai foto tersebut, akh… aku tak mau larut untuk saat ini.
            Kupasang headphone untuk mendengarkan musik dari handphoneku, kuputar lagu-lagu melankolis milik Agnes Monica, lagu rindu terdengar syahdu ditelingaku. Aku memejamkan mata sejenak, rasanya kali ini aku mulai larut. Ya aku merindukan sosoknya yang selalu memperhatikanku, yang selalu bertanya tentang kabarku, yang selalu ada untukku kapan pun aku butuhkan. Akh…, kenapa aku harus meneteskan air mata? Kecambuk hatiku seperti berteriak meminta untuk didengarkan, meraung untuk menghentikan rasa kesakitan.
            “Hai.” Suara lembut itu menyapaku, aku segera membuka mataku, menyeka sisa-sisa butir air mata yang masih menempel di pipiku, dan melepaskan headphone yang masih menempel di kupingku. Pria itu terdiam sejenak memperhatikanku, sepertinya ia tahu apa yang sedang ku pikirkan. “Maaf, untuk sekian kali aku membuatmu menunggu.” Tambahnya, ia duduk di sofa persis di depanku. Aku hanya tersenyum tipis mendengar ucapannya. “Kamu marah denganku?” Tanyanya kemudian, membuat ku menatapnya sejenak dan seketika ku buang pandanganku.
“Hhhhh…” Aku menarik nafas panjang, dan aku kembali diam. Jujur saja aku bingung bagaimana bicara dengan lelaki yang begitu ku sayangi. “Untuk apa marah? Bukankah sudah sering aku menunggumu?” Ujarku kemudian, dengan senyum yang tersinggung di bibirku, seperti menyindirnya. Bisa dibilang aku bosan mendengar kata-kata seperti itu, ia selalu bertanya seperti itu jika aku terdiam, padahal tidak selamanya diam ku itu karena aku marah.
“Ya aku tahu, happy anniversary.” Ucapnya sambil meraih jemariku. Senyumnya terkembang kepadaku. Happy anniversary, kata itu seperti kaku di ucapkannya. Ini memang hari spesial antara aku dan dia, tapi tetap saja bagiku tidak ada yang special hanya harinya saja yang terlihat spesial, dengan tanda love pada kalender ku yang menandakan setahun hari jadianku dengannya.
 “Kapan kamu menikahiku?” Spontan kata itu terlontar dari lidah ku, dan ku perhatikan ia terlihat gugup, tangannya perlahan melepas jemariku, bibirnya pucat seolah tak mampu berkata apapun. Aku membuang pandanganku pada jendela terbuka dengan pemandangan lalu lintas yang begitu penuh. Aku yakin Glen akan memberikan seribu alasan saat aku bertanya hal seperti itu.
“Karin, aku tahu kamu akan bosan mendengar penjelasanku yang sudah ku ulang berkali-kali. Kamu ingat dengan kesepakatan kita kan? Aku pasti akan menikahimu Karin, tapi tidak untuk sekarang. Semua itu butuh persiapan, aku mau acara terbaik kita menjadi moment yang paling berharga, sacral dan sesuai dengan keinginanku. Kamu kan tahu, aku sedang usaha untuk menuju kesana, aku janji pasti 2013 akan menikahimu. Karena itu kan kesepakatan kita?” Glen menjelaskan, Glen memang benar bahwa aku bosan dengan penjelasannya, walau dulu aku dan dia telah sepakat untuk melaksanakan semua itu di 2013, tapi rasanya aku semakin takut kehilangannya. Terlebih belakangan sikapnya mulai berubah, ia sudah jarang menghubungiku, padahal sebelumnya ia selalu menghubungiku. Perhatiannya mulai berkurang kepadaku, bahkan seminggu yang lalu aku menemukan sebuah foto wanita tersimpan di folder handphonenya. Cemburu. Itu pasti, tapi ia beralasan bahwa wanita itu adalah teman kerjanya yang tidak sengaja terfoto karena salah satu rekannya menyukai wanita tersebut. Percaya atau tidak aku masih berusaha untuk positive thinking kepada Glen. Pertanyaan yang kulayangkan kepadanya pun tidak lebih karena aku takut kehilangan dirinya, mungkin Glen tidak memahami gerakku, ia tak mampu membaca apa yang aku pikirkan. Lagi-lagi hanya butiran air mata yang mampu memahami keperihan hatiku, keinginan batinku. Akh Glen, seharusnya kamu tahu kegundahan hatiku.
“Glen, aku rasa aku butuh waktu untuk menyendiri.” Tegasku, Glen terkejut mendengar ucapanku. Ia menatapku lekat.
“Rin, kamu jangan main-main! Inget Rin, kita telah merencanakan semua itu dengan baik. Aku tak mau mengakhiri semua ini!” Aku bangkit dari dudukku, dan pergi meninggalkanya tanpa sepatah kata. Glen berusaha untuk menahanku, tapi aku tetap berusaha menuruti kemauanku.
Hujan deras mengguyur kota malam itu, aku berusaha menembusnya dengan segala kekuatanku. Air mata yang jatuh seketika terhapus oleh hujan, pun dengan kegelisahan yang ku rasakan, aku yakin semua itu akan cepat ku lupakan. Glen… perlu kau ketahui, aku mencintaimu.
***
Ibu terus memaksaku untuk makan, bukan…! Aku bukan depresi karena telah memutuskan sendiri saat ini, tapi… aku hanya mulai gelisah jika Glen benar-benar pergi meninggalkanku. Keputusanku beralasan, karena dengan demikian aku bisa tahu seberapa besar keseriusan yang dimiliki oleh Glen terhadap ku. Setelah malam itu, Glen berusaha menelponku berkali-kali, saat itu aku sengaja tidak menerima telpon darinya, bahkan ponselku sengaja aku non aktifkan. Dan sudah ku pastikan ketika aku bangun dan megaktifkan ponselku, Glen mengirimi ku SMS lebih dari 10 kali.
“Karin, aku minta maaf jika selama ini sering membuat mu kecewa. Sungguh, aku tak pernah bermaksud untuk membuatmu kecewa, apalagi sakit hati. Karin, aku mohon…, kamu yakin denganku! Aku sayang kamu Karin, tak ada wanita lain yang mampu mengisi hatiku, aku ingin kamu yang menjadi pendamping hidupku kelak. Karin…, please kamu pikirkan lagi keputusanmu. Kita punya cita-cita yang sama kan?”
Sepenggal SMS itu memenuhi layar handphone ku, aku enggan untuk berkomentar. Semua itu menambah penat dikepalaku, aku pun tak membalas SMS Glen. Malas. Memang aku terlihat sangat egois atas kemauanku, tapi mau bagaimana lagi? Teman-temanku mulai bertanya akan datangnya hari itu, terlebih mereka tahu aku dan Glen begitu harmonis, usia kami pun sudah sama-sama cukup matang, jadi apalagi yang ditunggu? Hanya satu yang aku pikirkan, kenapa Glen tidak berpikir hal yang sama denganku? Arrrrrrggggghhhhh….!
***
Sudah seminggu semenjak hari itu, aku tak lagi berjumpa dengan Glen, ia pun tak lagi menghubungiku. Sesekali aku mengecek akunnya di jejaring sosial tapi hasilnya nihil, akunnya selalau non aktif, tak ada status baru atau updatean apapun. Aku mulai gelisah, karena aku mulai merindunya. Tetapi disisi lain, aku semakin ragu akan keseriusan Glen, karena ia benar-benar pergi meninggalkanku. Glen…, mana janjimu? Ponselnya pun ku hubungi tidak bisa, selalu berada di luar jangkauan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Glen?
Ohh You.. You turn my whole life so blue, Drowning me so deep, I just can reach myself again…., Ohh You.. Successfully tore myheart Now its only pieces Ohhh Nothing left but pieces of you ….” Suara nada dering itu sontak membuatku terkejut dari lamunanku. Aku segera mencari ponselku yang entah ku geletakkan dimana, setelah ku temukan tertera sebuah nomor baru di layar ponselku.
“Halo.” sapaku saat menekan dial pada layar handphone.
“Hai…” Suara itu menyapaku lembut, aku tersenyum mendengar suara khas itu, tak terasa butiran air mata jatuh di kedua pipiku. Haru, karena aku benar-benar merindunya. “Kau menangis?” Tanyanya kemudian. Rupanya ia tahu apa yang kurasakan. Aku menggeleng, cukup lama aku terdiam, antara perasaan senang, kesal, rindu semua tercampur jadi satu.
“Dasar gak punya perasaan!” Maki ku kemudian, masih dalam keadaan menangis.
“Lho, kenapa sih sayang? Maaf ya honey, seminggu ini aku tidak memberi kabar kepadamu, handphone ku hilang setelah terakhir aku SMS kamu. Sedangkan mau beli pun aku tidak sempat, karena aku sedang sibuk mempersiapkan tes untuk ikut job career di kantorku. Tapi semua itu gak sia-sia kok, walaupun aku harus menahan rindu kepada mu, hasilnya sungguh luar biasa untukku.” Glen menjelaskan, aku masih tidak paham dan hanya mendengar ia berbicara panjang lebar. “Kau tahu sayang? Nanti malam orang tua ku akan menemui orang tua mu, aku sudah bilang ke mama mu tadi pagi. Dan sudah aku pastikan kita akan segera menikah dalam waktu dekat ini.” Tambah Glen, berita itu membuat ku bahagia.
“Glen…” Aku menyebut namanya perlahan, segaris senyum merekah di bibirku. Sungguh, surprise yang diberikan benar-benar luar biasa bagiku, jujur saja,kalau Glen berbicara langsung padaku pasti akan ku peluk ia dengan erat.
“Ettt…, kamu jangan senang dulu…! Karena setelah kita menikah, kamu harus ikut aku ke Singapur.” Ujarnya, membuat aku bertanya ada apa lagi ini? Ummm… mungkin Glen akan mengajakku honey moon.
“Lho kenapa? Kenapa gak di Indonesia saja? Di Bali gitu?” Tanyaku, dengan keyakinan adanya honey moon.
“Hey, bukan bulan madu sayang. Tapi aku memenangkan job career yang di adakan di kantor, dan aku di tunjuk sebagai manager cafe yang ada di Singapur, mungkin kita akan menetap selama dua sampai tiga tahun. Kamu bersedia untuk menemaniku?” Tanya Glen. Lagi-lagi hanya butiran air mata yang bisa menunjukkan rasa bahagia di hatiku.
“Aku pasti menemanimu Glen.” Ujarku
“Karin, kamu harus tahu satu hal, menikah itu adalah sebuah kepastian bagiku, hanya saja semua itu tinggal bagaimana kita untuk mengusahakannya dan selalu sabar untuk menunggunya, aku gak akan main-main dengan janjiku. Bagiku, saat ini lah yang tepat, karena aku sudah yakin dan siap. Baik itu siap mental, fisik, pun dengan materi. Aku ingin membuatmu bahagia jika hidup dengan ku kelak. Jadi aku berusaha untuk sukses sebelum menikahimu, aku tahu kamu bete dengan semua sikapku yang lebih fokus dikerjaan, aku juga tahu rasa bete kamu gak lebih karena kamu takut kehilangan aku, kamu tahu? Aku pun rasakan hal yang sama. Sekali lagi aku beritahu kepadamu, bahwa semua itu kulakukan hanya untuk kamu, yaaa just for you Karin.” Glen mengakhiri ucapannya. Aku speechless mendengar Glen yang berpikir sejauh itu. Padahal selama ini hanya sifat negative thinking saja yang ku tunjukan padanya. Glen tak pernah main-main dengan ucapannya, dia benar-benar menjadikan ku sosok yang special dalam kehidupannya.
“Glen…, aku mencintaimu.” Tuturku, dengan berlinang air mata. I really love you Glen.
***

Selasa, 30 Juli 2013

Khaniedza Cookies : Shopping (Part II)


Horeee, saya sekarang senang menulis lagi…,

                Okeh-okeh karena saya sedang semangat-semangatnya dengan usaha dadakan saya yang lumayan keren ini…, maka dari itu saya semangat…, hahahahaha
                Jadiii…, setelah saya kasih tester dan promo sana sini…, akhirnya terkumpul lah semua orderan untuk saya…, gilee cinn… tahun pertama yang amazing buat seorang pemula ! Apalagi pemula dadakan. 27 (dua puluh tujuh) toples terorder hanya dalam waktu 5 hari.., sesuatu banget deh… ini nih orderannya :

NoNama PemesanItem BarangJumlah pesanan
1Bpk DollyBlue berry Jam drop1
Sagu Keju1
Kue Kacang (springkles)1
2DitaSagu Keju1
Blue berry Jam drop1
3IinNastar Klasik1
Sagu Keju1
4UlfahSagu Keju1
5Al warisCrunchy choco rainbows 3
Cornflakes white choco rainbows 3
6SilfiSagu Keju1
Kastangels1
7YuliKue Kacang (springkles)1
8TikaCrunchy choco rainbows1
9Ibu WarohNastar Klasik1
10Mama ArdiNastar Klasik1
11Mama AuliaNastar Klasik1
Putri Salju1
12Mama EldisKue Kacang (springkles)1
Nastar Klasik1
13Tante ningsihCrunchy choco rainbows 1
Cornflakes white choco rainbows1
14GibingSagu Keju1
TOTAL27

     
           Dengan pesanan yang lumayan banyak…, akhirnya saya memutuskan untuk ambil cuti ditanggal 29 Juli 2013, maklum masih karyawan sih…, (makanya ini ngotot pengen jadi entrepreneur), kalau gak cuti kapan sempet ngerjainnya? Okeh, Cuti beres sudah di acc, tinggal bikinnya aja nih…, kalau dilihat dari pesanan memang hampir rata-rata pesanan yang dominan adalah sagu keju dan Nastar, Crunchy chocho rainbows juga sih, tapi masih kalah pamor buat saya.
             Hal yang saya lakukan selanjutnya adalah menyusun daftar belanjaan, kenapa? Biar gak keder pas dipasar beli bahan buat kue…, kalau gak dicatet, pasti bakalan ada yang ketinggalan biarpun cuma satu. Namanya juga manusia ya…, harus ada pengingatnya terus. Pas cek pengeluaran buat belanja lumayan bener…, saya speechless, modalnya besar boo. Tapi gak papa, itung-itung belajar jadi pengusaha kecil-kecilan…, toh margin keuntungannya masih ada.
                Ba’da shubuh, setelah menyempatkan tadarus sejenak. Langsung capsus bareng nyokap dan ade saya yang paling bungsu. Udara dingin nan seger pagi menyibakkan kulit cin…, padahal udah pake jaket. Sampai dipasar kemiri muka Depok, langsung ketempat langganan. Nyebutin deh satu persatu daftar belanjaan, pas beli tepung sagu…, ohhh god saya galau…, tepung sagu tani kok tulisannya tepung tapioka ya? Mikir-mikir lagi takut salah beli dan menghancurkan kue yang saya buat, pikir-pikir karena harganya juga lumayan…, dan saya putuskan untuk membeli. Bismillah. (keliatan banget amatirannya). Dari daftar yang saya sebutkan banyak yang tidak ada, atau stock kosong, seperti : keju cheddar, blueberry jam, DCC, WCC, toples, cup, maizena, haduuuuhhhhh… pusing saya. Terpaksa cari ketempat lain deh, yang harganya pasti jauh lebih mahal. Yasudahhh, mau bagaimana lagi? saya pun lunglaii, sebelum meninggalkan toko tsb, seperti biasa, saya selalu minta perincian belanjaan saya, biar memudahkan saya untuk cek harga. Dan oh ternyata…, harganya banyak yang naikkk! Makin lemes deh…, karena semakin menggerus margin keuntungan yang saya punya. Yasudah, tak apa untung sedikit yang terpenting tidak mengecewakan konsumen terlebih dahulu. Setelah keliling cari toko yang menyediakan bahan-bahan kue, akhirnya lengkap sudah daftar belanjaan saya. YEAYYYY…, tinggal baking deh…,

Rabu, 24 Juli 2013

Cerita ku tentang Khaniedza Cookies #Part 1



Yeeeaayyyy.,



Sekarang saya punya hobby baru lohh…, hihihihi…, selain hobby narsis sana sini, kulinery, dan menulis saya juga lagi hobby baking alias bikin kue…, hahahaha…, mumpung momentnya ini tepat mendekati lebaran, saya pun menyempatkan diri saya untuk berkreasi membuat aneka cookies yang selalu menjadi santapan hari raya…,



Cookies yang pertama kali saya buat adalah Nastar, kue kering yang dalamnya lembut ini memang wajib ada di meja tamu pas hari raya, kenapa? Karena rasanya yang khas yang membuat orang lain ketagihan.., hihihihi… sebenarnya saya tidak bermaksud menjual cookies yang saya buat…, tapi karena melihat pasar yang baik, akhirnya saya pun memutuskan untuk menjual kue kering yang saya buat, toh harga yang saya pasang masih normal jika dibandingkan dengan brand cookies premium yang ada diluar sana. Ini nih daftar harga cookies yang saya jual…, sementara ini memang hanya 10 item yang saya jual, untuk kedepannya, saya akan lebih kreatif lagi mengembangkan usaha ini. Insya Allah bisa berkembang. Aamiin. #hopeinheart

Memang setiap usaha itu harus ada pengorbanan yaaa, dan alhasil saya membuat tester terlebih dahulu untuk menarik pelanggan…, Alhamdulillah beberapa orang memberikan respon yang positif. Bahkan beberapa sudah ada yang meng-order kue saya, rasa senang bercampur haru jadi satu rasanya cinnn #Lebay. Jujur ini adalah pengalaman pertama saya dalam menjual sesuatu yang dibuat sendiri (handmade). Oh  ya  Karena saya terlalu baik, ceritanya saya kasih deh testernya kesemua teman perempuan saya dikantor…, namanya juga usaha yaaa…?? Tapi ini bisa jadi catatan saya…, jika menawarkan sesuatu, seharusnya tanyakan dulu kepada orang yang ditawarkan, apa mereka juga membuat kue yang sama? Dan bodohnya saya, saya tidak tanyakan, dan langsung saja saya kasih tester. Dan hasilnya banyak yang gak beli dengan alasan mereka bikin atau jualan juga (tapi heran tester saya diterima, seharusnya dikembalikan saja ya? Hihihii, mungkin mumpung gratisan kali ya? :) ), Yang terpenting setelah calon pelanggan saya mencoba cookies buatan saya, yang saya lakukan adalah follow up menanyakan taste cookies saya, hampir 90 % mengatakan cookies saya enak loh.., hihihihi. Tapi gak boleh kegirangan dulu, karena saya mengetahui masih banyak kekurangan dari cookies yang saya buat. Bagi orang yang hanya membeli atau consumer biasanya kalau taste sudah enak mereka akan membeli lagi dikemudian hari, tapi bagi pecinta cookies mereka pasti lebih teliti, setiap detail cookies pasti diperhatikan. Jadi gak bisa sembarangan jual walaupun dengan taste yang hampir mendekati sempurna.
Nah, setelah sibuk bagi-bagi tester saya langsung kepikiran buat beli pemanis toplesnya, yang paling pertama saya buat sticker untuk brand cookies saya. Sempet bingung sih mau mendesign seperti apa, karena PC saya tidak ada Photoshop dan saya pun kurang familiar dengan program tsb, alhasil saya coba membuat design dengan publisher, lumayan cantik loh walau sebenernya sederhana sekali. 

Karena baru mencoba, akhirnya saya coba print ke Cano Digital Printing dengan sticker kromo (glossy). 1 lbr saya buat jadi 20 bh harganya Rp. 16.000,- / lbr ukuran 32.5 x 48 cm. (eits bukan promo ya). Tapi pas saya terima kok jadi 40 pcs ya? Ternyata eh ternyata… operator printingnya salah ngeprint alhasil yang salah pun dikasih ke saya. Syukur lah, karena perbedaannya hanya di kertas stickernya saja yang matte. Hihihihi, rezeki deh…
Nah…, segitu dulu deh ceritanya, nanti saya lanjut lagi.. sekalian saya bagi-bagi resep dan foto-fotonya.
SEE U Blogger…

Kamis, 20 Juni 2013

Mawar Putih Akhir Tahun


             “Aku mencintaimu, maukah kau menjadi istriku?” Ungkapan itu terlontar dari seorang yang sangat dicintai Aninda. Tatapannya menyapa seisi ruang hatinya yang penuh dengan bunga mawar putih. Tapi gejolak darahnya seolah menolak dengan segenap keberaniannya yang lemah. Ia terdiam sesaat, sedangkan Jabran masih menunggu sebuah jawaban yang akan menjadi titik awal dari sebuah masa depannya.
“Maaf aku tidak bisa.” Ucap Aninda pelan.
“Kenapa?” Jabran membulatkan matanya tanda tidak percaya, kedekatannya dengan Aninda sudah lebih dari 2 tahun, dia telah menghabiskan banyak waktunya dengan wanita keturunan Solo itu, bahkan ia rela melakukan hal gila apapun agar Aninda tetap ceria.
“Aku gak bisa Ran..!” Tegasnya, ada sesuatu yang tertahankan ditenggorokkannya. Sepertinya kata tidak bisa tak mampu ia ucapkan dengan sempurna.
“Apa yang salah? Aku mencintaimu lebih dari apapun yang aku punya, kau tahu kan? Buat apa waktu dua tahun pacaran kita kalau pada akhirnya kamu tidak mau menikah denganku?” Protes Jabran. Emosinya mulai meluap, tapi ia berusaha setenang mungkin menghadapi wanita yang ia cintai. Aninda menggeleng, butiran air mata membasahi kedua pipinya. Jabran tambah tidak mengerti dengan apa yang terjadi. “Nin, please jawab aku…!” Jabran memohon dengan sangat tetapi Aninda masih terdiam.
“Aku mohon, mulai saat ini jangan pernah ganggu aku..!!” Serunya, seraya meninggalkan Jabran yang masih terpaku, Jabran terdiam dia berusaha  mengejar Aninda yang telah berlalu darinya, namun Aninda sudah lebih dulu menghentikan Taksi dan meninggalkannya seorang diri.
Diluar dari batas kesadarannya, Jabran menendang tempat sampah yang ada di taman tersebut. Kekesalannya membara seketika, kemudian ia pun mengejar taksi yang membawa Aninda, ia tidak lagi perduli dengan remuknya tong sampah dan sampah-sampah yang berserakan akibat ulahnya. Tapi sial.. taksi yang ditumpangi Aninda lebih cepat menerobos lampu merah ketimbang dia. Jabran tahu kalau Aninda pasti akan pulang ke Kostannya, tapi dari kejadian sore tadi sampai tengah malam ini Jabran tak menemukan wanita pujaannya dimanapun.
***
Malam yang pekat, bulan sabit yang memberikan cahaya pada malam ini tak mampu bertahan dengan kepulan kabut yang membayanginya. Suara bising kota Jakarta sudah tak terdengar lagi disepanjang jalan, walau sesekali masih terdengar suara ban yang bersentuhan dengan aspal menciut-ciut, tapi malan ini seolah hening. Lantunan musik keras dari beberapa bar dipinggir kota pun tidak begitu terdengar ditelinga Jabran, mungkin semua orang merasakan kesakitan yang dirasakan Jabran. Ia tersenyum puas menikmati kesendirian dan gundah hati yang tak berujung. Jabran pun mempercepat laju kemudinya, perasaannya benar-benar sakit menerima kenyataan pahit yang ia alami. Permainan cinta yang dibuat oleh Aninda cukup merobek-robek kekuatan hatinya hingga ia tak mampu merangkainya lagi.
“2 tahun aku menunggumu, tapi apa yang kau lakukan? Kau menarik ulurnya hingga putus dan berantakan.” Makinya.  Sesekali ia  memukul-mukul setirnya, luapan amarah yang tak bisa ia kendalikan mampu memecahkan segala isi otaknya. “Kenapa Aninda? Kenapa? Bukti apa lagi yang harus aku tunjukkan kepadamu…!!” Tambahnya dengan nada tak kalah tinggi, mengalahkan deruan mesin mobil yang ia kendarai. Semuanya terasa campur aduk didalam dadanya. Jabran menambah kecepatan kemudinya, kota mulai lenggang jam 02.00 WIB dini hari, dari kejauhan Jabran melihat sekelompok wanita dipinggiran jalan, beberapa diantara mereka sibuk menstop mobil-mobil yang melintas didepan mereka.
Jabran pun menghentikan lajunya pada seorang wanita mungil yang tengah asyik mengobrol bersama rekan-rekan seprofesinya. Kejadian tadi siang tak mampu membuatnya diam, dia butuh teman untuk ngobrol dan mencurahkan unek-uneknya. Dia sadar sekali sahabatnya Nino tak akan bisa memberikan solusi bahkan yang ada Jabran lah yang dimaki-maki Nino jika terus membicarakan Aninda. Lagipula Nino sedang di Surabaya, kemana lagi dia akan menceritakan keluh kesahnya? Bagi Jabran tak ada yang berharga selain Aninda didunia ini, bahkan ia rela mati demi wanita yang ia cintai. Dalam hidupnya ia hanya mengenali Aninda dan Nino, sedangkan orang tuanya? Ia tak pernah mengenalnya, karena kesibukan mereka mengurusi klien-klien bullsit yang selama ini bermulut manis. Baginya, orang tuanya tidak pernah menganggap Jabran dan Aji adiknya ada. Tapi Jabran bersyukur karena masih ada Nino dan Aninda yang baik dan mau menemaninya, Aji adik semata wayang Jabran lebih menyedihkan karena dunia malam lebih banyak mengambil waktunya dibandingkan untuk sekolah. Beberapa kali Jabran menegur Aji, tapi selalu tidak diperdulikan dan ia pun mulai bosan dan tidak memperdulikan adiknya yang bangor itu.
“Hai tampan.” Sapa wanita mungil itu, dia mendekati fortuner putih milik Jabran, di tonggakkan wajahnya di jendela mobil Jabran.
“Berapa tarifmu untuk mengobrol selama 3 jam?” Tanya Jabran, dia membuang pandangan keluar jalanan.
“Satu juta.” Ucapnya kemudian.
“Saya menyewa kamu bukan untuk mesum, tapi saya hanya butuh teman untuk mengobrol.” Jabran menjelaskan dengan tegas. Ia pernah mendengar dari Nino kalau wanita-wanita malam seperti itu memang terkadang memasang tarif tinggi untuk kebutuhan sex, tapi dia berjanji kalau dia tidak akan menyentuh wanita itu sedikitpun karena walau bagaimanapun Aninda tetap nomor satu dihatinya.
“Oke, buat langganan setengahnya deh.”  Ujarnya dengan wajah manis. Jabran pun memberi kode ke wanita tersebut untuk masuk kedalam mobilnya. Ia pun meninggalkan deretan wanita malang yang masih menunggu beberapa lelaki hidung belang.
                                   ***
Mimpi buruk itu kembali datang menghampirinya, ketakutan akan hari itu kembali menyerangnya, tubuhnya menggigil kedinginan. Ditariknya selimut hingga mencapai lehernya, Ia tak tahu kepada siapa meminta bantuan. Kamar kost yang ia huni seorang diri seoalah tak lagi bersahabat dan memberikan kenyamanan bagi dirinya. Tanpa disadari tangisnya pun meledak ketika mengingat sosok pria yang ia cintai. Ia telah melukai hati seseorang yang amat mencintainya, ia sadar apa yang dilakukan adalah sebuah kesalahan terbesar, tapi ia pun lebih mengetahui hal terburuk yang akan terjadi jika dia menerima pinangan Jabran. Dia lebih tidak rela jika Jabran nantinya akan menyesal karena sudah memilihnya sebagai istri.
Aninda mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Jabran, hari pertama ia masuk kerja Jabran sudah mengerjainya dengan memintanya menyeduhkan kopi selama satu minggu, belum lagi bawelnya jabran sebagai pimpinan membuatnya mengajukan resign setelah 1 bulan berkerja. Anehnya Jabran selalu menolak surat permohonan resign Aninda, dari situ lah Aninda mengetahui bahwa sebenarnya Jabran sengaja, ia ingin Aninda selalu bersamanya. Dan Jabran lah sosok misterius yang dicari Aninda, dia lah orang yang rajin menaruh mawar putih kesukaan Aninda setiap pagi dimeja kerjanya. Tidak hanya itu saja, Jabran pun punya keahlian dalam bercerita, Jabran lah yang mampu membuat Aninda tertawa sampai terpingkal, bahkan Jabran membuat Aninda melupakan segala cemooh orang lain akan dirinya yang sering disebut Freak dan Autism. Ia pun bisa melupakan trauma yang ia alami, kehilangan kedua orang tuanya ketika berusia 8 tahun adalah hal tersakit yang pernah Aninda rasakan, untung masih ada nenek yang menjaga dan membesarkannya hingga ia mampu mendapatkan gelar S1, bagi gadis kampung seperti Aninda pendidikan SMA sudah amat bagus, bagaimana dengan S1?  Dan Jabran lah yang membuatnya membuka mata untuk melihat betapa indahnya dunia. Semua kenangan akan Jabran masih melekat dalam rongga-rongga hatinya yang mulai berkarat.
Aninda berusaha menutup mata kembali, ia memutuskan untuk tidak bekerja esok hari. Badannya terasa sakit, kepalanya seperti dibenturkan berkali-kali, kesakitan yang sudah ia rasakan selama tiga bulan tak kunjung membaik. Bahkan ia pun tidak dapat berbuat banyak, ia hanya mampu menyelipkan obat penenang didalam perutnya. Aninda berusaha sekuat tenaga mengajak kedua matanya untuk terpejam. Ia masih ingin melihat dunia sampai Tuhan yang berkata lain.
***
Dua minggu telah berlalu, pekerjaan akhir tahun dengan segala bentuk proyeksi yang akan di realisasikan di tahun selanjutnya membuat Jabran melupakan sejenak masalahnya. Lagipula Aninda pun meminta izin cuti selama 2 minggu. Tidak apa bagi Jabran berpisah sementara dari Aninda, lagipula wanita malam yang bernama Angel pun memberi saran seperti itu, toh pada dasarnya Tuhan telah menyiapkan jodoh terbaik untuk setiap manusia yang ada dibumi ini, dan Jabran pun yakin bahwa Aninda lah satu-satunya wanita yang akan menjadi istrinya kelak. Penolakan Aninda bukan tanpa alasan, Jabran akan mencoba mengerti apapun alasannya. Yang pasti ia akan setia menunggu Aninda sampai Aninda menyerah dan berkata “Oke, aku mau jadi istrimu.” itulah penantian terbesarnya saat ini.
Hari ini  adalah hari terakhir Aninda cuti, Jabran berniat untuk memberikan surprise untuk Aninda. Dia akan mendatangi kostan Aninda tanpa memberitahukan wanita pujaannya. Dengan berdandan ala Leonardo de Caprio dan 1 bucket bunga mawar putih kesukaan Aninda ditangan kanannya dia tampak gagah. Ditambah rasa PD nya yang luar biasa, Jabran pun melangkah menuju kostan Aninda, tapi kamar Aninda ia lihat gelap. Ibu kost yang sudah memperhatikan Jabran menghampiri Jabran yang masih mematung didepan pagar.
“Nak jabran ya?” Tanya ibu kost, ia sudah mengenali lelaki tampan itu.
“Iya ibu, Aninda nya ada gak ya bu? Saya ingin kasih surprise nih.” Ucapnya jujur.
“Mari ikut saya.” Ajak ibu kost, ia pun menuntun Jabran menuju kamar Aninda. Dan ketika sampai didepan kamar Aninda ibu kost pun mengambil kunci yang ia kantongi.
“Loh, Aninda nya memang belum pulang dari Solo bu?” Tanya Jabran heran, ibu kost pun hanya tersenyum. Setelah kamar tersebut terbuka ibu kost segera menyalakan lampu, Jabran masih mematung tak mengerti.
“Sini nak.” Ibu kost meminta Jabran menghampirinya yang sedang berdiri dipinggir kasur milik Aninda, sebuah amplop berwarna pink dan sebuah foto berada digenggamannya. Jabran mendekati ibu kost perlahan. “Ini titpan dari Aninda.” Serunya kemudian. Jabran pun mengambil amplop berwana pink dan foto tersebut. Ia tersenyum sumringah saat melihat foto tersebut adalah foto dirinya yang berpose sangat gagah, ia mengerti bahwa Aninda mencintainya. Penasaran dengan isi amplop pink Jabran pun segera membuka isi amplop tersebut.
Dear Mr. J
Senang rasanya mengenalmu, kalau masih ada kesempatan dan diperbolehkan, aku akan menjawab pertanyaanmu tempo hari dengan jawaban : “Ya aku bersedia menjadi istri mu.” Tapi… semua itu harus segera aku lupakan secepatnya.
Bagiku ikatan pacaran tidak lah sama dengan ikatan pernikahan.Aku tak mungkin membuat mu sakit menerima kenyataan bahwa pada akhirnya aku akan pergi untuk selamanya disaat awal-awal pernikahan kita. Tiga bulan lalu aku memeriksakan diriku ke dokter, dan dokter memvonisku mengidap leukimia stadium akhir. Sungguh aku tak ingin sedikitpun melihat luka sayatan tertoreh dihatimu sebagai suamiku. Tapi..aku lebih memilih menyakitimu yang hanya sebagai pacarku.
Maaf karena aku tidak pernah memberitahukanmu tentang hal yang membuatku menolak pinanganmu.

Aku hanya mencintaimu Mr. J, Always…

Aninda Rahayu

Jabran mulai merasakan aliran darahnya terhenti, mawar putih yang berada digenggamannya tak mampu lagi ia genggam. Luapan emosinya tak dapat terbendung, butiran air mata yang selalu ia antikan untuk hal apapun mengalir dari kedua matanya yang indah. Ia masih bungkam, termenung dan tidak percaya.
“Aninda sudah meninggalkan kami sejak lima hari lalu.” Ucap ibu kost agak terisak.
Jabran kembali bergulat pada perasaan bersalahnya, ia baru menyadari betapa tidak pekanya ia terhadap orang yang ia cintai. Pantas lah jika Aninda tak mau menjadi istrinya, Jabran tidak tanggap dengan apa yang dirasakan orang terkasihnya. Nasi seolah menjadi bubur, Jabran tak mampu memupuk kekuatannya menjadi satu. Ia lemas, tak mampu berkutik, tak mampu berkata apapun, hanya sebuah penyesalan yang dapat ia torehkan didalam hatinya yang kini telah mati dan membeku.
Rupanya detak ini tak lagi beraturan..
Sesekali berhenti dan berteriak…
Menahan sesak
Menahan Sesal
Menahan kesakitan
Tak tahu akan seberapa kuat
Bertahan, dan terus mencoba bertahan
Tapi keinginan ini melemah dan berusaha menghentikannya.
Depok, 23 Desember 2011